PKS,Nasdem,Demokrat Tolak Kenaikan Tunjangan,Golkar Setujuh

DETIKSUMSEL.COM,Jakarta – Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro telah menyetujui kenaikan tunjangan bagi pejabat negara termasuk anggota DPR. Ketua Fraksi PKS Jazuli Juwaini meminta pemerintah membatalkan rencana tersebut.

“Mencermati kondisi perekonomian negara yang semakin terpuruk dan ekonomi rakyat yang semakin sulit imbas dari pelemahan rupiah dan pelambatan ekonomi, adalah tidak tepat dan tidak elok jika rencana kebijakan kenaikan tunjangan bagi pejabat negara tersebut dilanjutkan,” ucap Jazuli, Jumat (18/9/2015).

Jazuli mengatakan, Fraksi PKS memahami dan menghormati rencana kenaikan tunjangan tersebut yang pada awalnya, menurut Menteri Keuangan dan sejumlah kalangan dewan, telah didasarkan pada pertimbangan yang rasional dan proporsional atas asumsi/prediksi ekonomi Indonesia yang tumbuh baik.

“Namun ternyata asumsi atau prediksi tersebut salah. Di tengah kondisi ekonomi yang semakin sulit saat ini, Fraksi PKS menilai kebijakan tersebut tidak elok untuk dilanjutkan,” ujarnya.

“Bagaimanapun juga kebijakan negara harus benar-benar menimbang rasa empati dan sensitifitas masyarakat,” imbuh politisi asal Banten itu.

Selain itu, PKS menilai tidak pada tempatnya menghabiskan energi untuk meributkan kenaikan tunjangan pejabat negara. Jauh lebih penting dan mendesak difokuskan pada upaya menyelamatkan perekonomian negara dan meningkatkan daya beli masyarakat.

Apalagi data BPS terkini merilis jumlah rakyat miskin bertambah 860 ribu, sementara pemutusan hubungan kerja (PHK) mencapai 30 ribu orang.

“Atas dasar pertimbangan di atas, Fraksi PKS DPR RI menyatakan bahwa rencana kenaikan tunjangan pejabat negara tidak usah dilanjutkan atau dibatalkan, dan alangkah eloknya tunjangan tersebut dialihkan untuk meningkatkan daya beli masyarakat,” tegas Jazuli.

Fraksi PKS DPR RI juga mengajak Pemerintah, DPR, maupun lembaga negara untuk fokus pada upaya mengatasi krisis dan pelambatan ekonomi. PKS telah berulang kali mendesak serta memberikan rekomendasi kepada Pemerintah untuk mengambil langkah-langkah konkrit dan terukur dalam mengatasi krisis ekonomi.

“Prioritas rekomendasi FPKS adalah menyelamatkan ekonomi kelompok miskin dan rentan miskin melalui kebijakan jaring pengaman sosial (social safety net) yang tepat serta kebijakan yang meningkatkan daya beli masyarakat,” ucapnya.
Gelombang penolakan atas kenaikan tunjangan DPR semakin menguat. Fraksi NasDem pun yakin semua fraksi menolak kenaikan tersebut.

“Hampir semua fraksi menolak. Termasuk Nasdem menolak keras, waktunya tidak tepat,” kata Wakil Ketua F-NasDem, Johnny G Plate di Gedung DPR, Senayan, Jakarta Pusat, Jumat (18/9/2015).

Johnny melihat saat ini tekanan terhadap perekonomian nasional sangat besar. Dia meminta skala prioritas dilihat lagi.

“Itu perlu diperiksa lagi mana yang jadi prioritas utama misalnya yang disyaratkan UUD, belanja pendidikan minimum 20 persen, kesehatan 5 persen,” ujar anggota Komisi XI ini.

Selain itu, prioritas anggaran 2016 juga tentang peningkatan transfer dana ke daerah. Dia juga menilai dana tunjangan seharusnya direlokasikan untuk bansos.

“Jadi tunjangan tidak tepat waktunya, terlepas kami memahami perhitungannya seperti inflasi tapi waktunya tidak tepat apabila penerimaan fiskal baik dan penerimaan negara bagus maka disuaikan tunjanggannya,” ungkap Johnny.

Sementara itu, terkait wacana kenaikan gaji presiden, Johnny melihat itu hanya usulan sejumlah orang. Lagipula, wacana itu belum dianggarkan di 2016.  

“Baru wacana beberapa orang, dan pemerintah belum memasukan dan tidak ada di RAPBN 2016 tapi kenapa ini diangkat jadi isu yang besar? Lebih baik mengurus yang besar,” pungkasnya.
Begitu juga,Anggota DPR Fraksi Partai Demokrat Ruhut Sitompul mengatakan fraksinya tak setuju dengan adanya kenaikan tunjangan anggota DPR. Apalagi tak ada sosialisasi sebelumnya.

“Demokrat selalu tegas dengan situasi sekarang ini. Itu semuanya harus disesuaikan. Dan kita tidak mau. Aku bukan munafik, tapi kaitan tunjangan itu dengan suasana sekarang. Ya mbok DPR menyesuaikanlah,” ujar Ruhut di Kantor Kemenkopolhukam, Jl Medan Merdeka Barat, Jakpus, jumat (18/9/2015).

Menurut Ruhut, seharusnya anggota DPR merasa prihatin dengan kondisi perekonomian negara yang sedang menurun. Bukan justru malah mementingkan kenaikan tunjangan yang akan mulai diterima anggota DPR bulan depan itu.

“Ini kayak gini, DPR sudah OK, tapi statement kawan-kawan, pemerintah ada kenaikan itu. Kalau memang ada yang naik, DPR terakhirlah. Kata pak Setya itu karena inflasi, tapi tetap jaga perasaan rakyatlah. Kita lembaga perwakilan rakyat, masa nggak sadar dengan itu bos, tapi mereka rada marah,” tutur anggota Komisi III DPR itu.

Kenaikan tunjangan ini disebut Ruhut belum ada sosialisasi kepada anggota DPR. Ia pun mengaku kaget tiba-tiba sudah ada surat keputusan tentang kenaikan tunjangan.

“Jujur mengenai kenaikan itu, semuanya belum tahu. Belum ada sosialisasinya. Kalau dana aspirasi ada sosialisasinya, saya langsung tolak. Ini nggak ada, gimana ceritanya. Menkeu bilang OK. Saya nggak tahu, ada apa ini?” ucap Ruhut bertanya-tanya.

Kenaikan tunjangan pun dirasa cukup tidak signifikan. Apalagi kinerja DPR masih belum memuaskan. Termasuk belum adanya lagi rapat paripurna sekembalinya pimpinan DPR dari kunjungan ke Amerika Serikat yang menghebohkan itu.

“Saya ini heran ya pak Setya Novanto udah cukup lama kembali (dari AS), biasanya tiap minggu ada paripurna, ini nggak ada paripurna,” kata Ruhut.

Ruhut pun menduga belum adanya rapat paripurna adalah sebagai upaya yang dilakukan pimpinan DPR untuk meredam isu pertemuan dengan Donald Trump yang menuai kontroversi. Ia sangat berharap agar rapat paripurna segera dilakukan karena ada banyak agenda DPR yang perlu dibahas.

“Mungkin khawatir hal-hal ini diangkat lagi, termasuk salah satunya soal pertemuan dengan Trump. Seharusnya minggu depan (paripurna),” bebernya.

“Apalagi di komisi III kami mau cepat sama seperti presiden yang kerja cepat, kaitannya dengan capim KPK. Itu mesti dibawa paripurna agar bisa fit and proper,” tutup Ruhut.
Sikap berbeda di tunjukan Fraksi Golkar, Ketua F-Golkar MPR Rambe Kamarulzaman meminta agar dengan tunjangan itu kinerja DPR dimaksimalkan.

“Itu kan APBN kalau sudah disetujui pemerintah ya sudah. Dengan perhatian begitu, sudah selayaknya juga DPR melakukan fungsinya dengan maksimal. Kan sudah diperhatikan negara,” ujar Rambe saat berbincang dengan wartawan di Hotel Ritz-Carlton, Financial Street, Beijing, Tiongkok, Jumat (19/9/2015).

Menurut Rambe, fungsi DPR yang dinilai masih belum optimal hingga kini terletak di legislasi atau perencanaan undang-undang. Sehingga, sudah seharusnya dengan disetujuinya usulan kenaikan tunjangan oleh eksekutif itu kinerja dewan juga harus lebih maksimal lagi.

“Perancangan undang-undang masih lemah. Harus seimbang pengawasan, legislasi dan budget kan saling terkait. Legislasi harus diseriusi baik evaluasi undang-undang yang sudah berjalan maupun undang-undang yang baru,” ucap ketua Komisi II DPR itu.

Sebagaimana diketahui, Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro sudah memberikan penjelasan mengapa dirinya menyetujui kenaikan tunjangan anggota DPR. Dia beralasan nilai tunjangan yang disetujui tidak sebesar yang diusulkan oleh Badan Urusan Rumah Tangga (BURT) DPR.

Adapun besaran tunjangan kehormatan untuk Ketua Badan/komisi yang awalnya sebesar Rp 4.460.000 diusulkan untuk naik menjadi Rp 11.150.000. Namun, yang dikabulkan oleh Kemenkeu hanya sebesar Rp 6.690.000.

Sementara itu tunjangan komunikasi intensif untuk ketua badan/komisi yang awalnya sebesar Rp 14.140.000 diusulkan naik menjadi Rp 18.170.000. Namun, yang dikabulkan Kemenkeu sebesar Rp 16.468.000.

Ada pula tunjangan peningkatan fungsi pengawasan anggaran untuk ketua komisi/badan yang awalnya hanya Rp 3.500.000 lalu diajukan untuk naik menjadi Rp 7.000.000. Tetapi yang disetujui Kemenkeu hanyalah Rp 5.250.000.

Selain itu, ada juga kenaikan bantuan langganan listrik dan telepon yang awalnya sebesar Rp 5.500.000 diusulkan naik menjadi Rp 11.000.000. Akan tetapi, yang disetujui pemerintah sebesar Rp 7.700.000.

Bila ditotal, rencana usulan kenaikan tunjangan untuk ketua badan/komisi dalam 1 bulan adalah Rp 20.260.000. Tetapi, pemerintah hanya mengabulkan kenaikan sebesar Rp 8.508.000. Usulan kenaikan ini berbeda-beda untuk ketua komisi, wakil ketua komisi dan anggota.(dtc)

Posting PKS,Nasdem,Demokrat Tolak Kenaikan Tunjangan,Golkar Setujuh ditampilkan lebih awal di Detik sumsel.